Kewajiban membangun smelter dapat memberikan manfaat dan nilai tambah yang optimal bagi industri dalam negeri.
Oleh karena itu, konsistensi pemerintah dalam menerapkan program hilirisasi melalui kewajiban membangun smelter patut didukung, sebab itu akan membawa perubahan mendasar pada manfaat yang akan timbul dalam jangka panjang secara berkesinambungan.Â
Implementasi berkesinambungan tersebut dibutuhkan melalui sinergis setiap elemen antara lain, sisi regulasi, investasi, maupun sinkronisasi sektor hulu hilir pada pertambangan.Â
Kendati demikian, upaya mewujudkan hilirisasi tambang ini tidak harus dibebankan sepenuhnya pada pengusaha.
Kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta dibutuhkan agar perubahan pola bisnis perusahaan mineral tambang tetap kompetitif sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini.Â
Kewajiban membangun smelter dapat membuat pola bisnis semakin berkembang, dari sebelumnya eksplorasi, produksi dan pengangkutan, menjadi, eksplorasi, pengolahan dan pemurnian kemudian baru pengangkutan.Â
Untuk diketahui, terdapat enam fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih mineral yang mulai beroperasi 2015 di Indonesia.
Kemudian tiga smelter beroperasi pada 2016. Ada enam smelter nikel yang sudah beroperasi 2015 dan menurut rencana,2016 akan menyusul tiga smelter. Kapasitas smelter nikel di tahun 2015 sekitar 524.000 ton dan 767.000 ton di tahun 2016.Â
Baca Juga: 5 Pulau di Indonesia dengan Cadangan Emas Terbesar
Smelter bauksit diperkirakan akan beroperasi tahun depan, dengan kapasitas sebesar 4 juta ton per tahun.
Secara keseluruhan, saat ini ada 72 smelter yang dalam tahap penyelesaian, terdiri atas smelter nikel (35), bauksit (7), besi (8), zircon (11), timbal dan seng (4) serta kaolin-ziolit (4).