Pemerintah Indonesia disinyalir akan kembali mendapatkan ‘rejeki nomplok’’ dari tekadnya menutup keran ekspor timah ke luar negeri dalam waktu dekat. Kebijakan ini diambil demi menggenjot upaya hilirisasi timah dalam negeri supaya mendapatkan nilai tambah yang lebih besar ketika timah dilakukan ekspor.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba) Irwandy Arif mengatakan, pelarangan ekspor timah itu mengarah ke jenis timah batangan atau Tin Ingot 99,99 persen atau Sn 99,99.
Irwandy juga menyebut, memang pelarangan ekspor timah dengan jenis tersebut belum diberlakukan. Hal tersebut lantaran saat ini pihaknya sedang membentuk tim Kelompok Kerja (Pokja) Timah untuk menganalisa hasil dari rencana hilirisasi timah tersebut.
Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) memberikan waktu satu bulan kepada tim Pokja untuk bisa segera memberikan hasil analisa rencana hilirisasi tersebut.
Lebih lanjut, dalam perhitungan kasar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), apabila rencana hilirisasi timah sampai berhasil nilai tambah dari hasil hilirisasi timah itu bisa mencapai 6 kali lipat dari hasil ekspor yang ada saat ini.
Contohnya saja 1 ton konsentrat 78 persen timah itu harganya di 2021 mencapai US$ 12.000 per ton. Jika sudah berubah menjadi 1 ton timah kasar maka harganya akan menjadi US$ 22.000. Kemudian, bila timah menjadi Tin Soldier dalam 1 ton harganya bisa mencapai US$ 124.000 per ton.
Melihat estimasi keuntungan yang bisa didapat dari proyek hilirisasi ini, semoga bisa memberikan multiplier effect bagi Indonesia. Salah satunya seperti bisa memberikan lowongan kerja di wilayah sekitar area hilirisasi sampai membuat surplus bagi perekonomian Indonesia.