Limbah batubara bisa diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk NPK yang banyak digunakan oleh para petani.. Untuk itu perusahaan pupuk asal Jawa Timur bernama PT Petrokimia Gresik berusaha menurunkan biaya pengelolaan limbah batubara atau fly ash dan bottom ash (FABA) dari Rp 269 juta per bulan menjadi nol rupiah per bulan.
FABA awalnya termasuk limbah B3 yang berbahaya. Namun pada tahun 2021, keluar Peraturan Pemerintah atau PP No. 22 Tahun 2021 yang mengeluarkan FABA dari kategori limbah B3.
Saat berstatus sebagai limbah B3, FABA harus dikelola oleh pihak ketiga dan memakan biaya sebesar Rp 269 juta setiap bulannya. Dengan keluarnya regulasi tersebut, terbuka peluang penghematan biaya operasional perusahaan dengan melakukan pengelolaan limbah batubara secara internal.
Limbah batubara tersebut juga dimanfaatkan menjadi substitusi filler clay atau bahan baku pupuk NPK, sehingga bisa menurunkan biaya pengelolaan limbah dan pembelian clay dengan total penghematan sebesar Rp7,4 miliar per tahun.
Ternyata pemanfaatan FABA menjadi clay masih dalam batasan Standar Nasional Indonesia (SNI) pupuk NPK. Setelah dilakukan uji coba pada tanaman padi, pupuk NPK dengan clay dari FABA memiliki kualitas yang sama baiknya dengan pupuk NPK tanpa FABA.
Pada akhirnya biaya pengelolaan limbah turun 100%, pengiriman limbah FABA kepada pihak ketiga menurun 52%. Nilai risiko gangguan kesehatan dan keselamatan menurun, kenyamanan bekerja menjadi lebih baik, serta sejalan dengan PP No. 22 Tahun 2021 terkait pengelolaan FABA.