Clean coal technology untuk batubara rendah emisi – Teknologi batu bara bersih atau clean coal technology (CCT) adalah sekumpulan teknologi yang dikembangkan untuk mitigasi dampak bagian yang terkait dari penggunaan batu bara.
Tujuan dikembangkanya CCt untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan dari pemakaian batu bara.
View this post on Instagram
Pembangkit listrik “batu bara bersih” pertama kali beroperasi di dunia pada bulan September 2008 di Spremberg, Jerman.
Pembangkit ini dimiliki oleh perusahaan Swedia Vattenfall dan telah dibangun oleh perusahaan Siemens Jerman.
Pembangkit ini disebut Pembangkit Listrik Schwarze Pumpe. Teknologi ini bisa menjadi solusi penipisan stok batu bara sampai tahun 2035, bahkan bisa mengalahkan pamor minyak dan gas bumi
Ketika batu bara dipakai sebagai bahan bakar, emisi gas buang yang dihasilkan terdiri dari sulfur dioksida, nitrogen dioksida, karbon dioksida dan senyawa kimia lainnya tergantung pada jenis batu bara yang dipakai.
Seluruh gas buang tersebut memiliki dampak buruk untuk bagian yang terkait dan dikenal telah menyebabkan gangguan kesehatan, hujan asam, dan perubahan iklim.
Dalam perkembangannya, tujuan utama dari mitigasi polusi batu bara adalah untuk mengurangi emisi sulfur dioksida karena senyawa ini menyebabkan hujan asam. Emisi karbon dioksida menjadi fokus ketika isu perubahan iklim mulai muncul..
Beragam cara dipakai untuk meminimalisasi dampak perubahan iklim. Salah satunya melalui pencucian batu bara secara kimiawi untuk mengurangi kadar mineral dan bahan pengotor pada batu bara, gasifikasi, perlakuan gas buang dengan uap untuk mengeliminasi sulfur dioksida, teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon, dan pengeringan batu bara untuk meningkatkan nilai kalori batu bara.
Baca Juga: PT Kideco Jaya Agung Terima TSP Award 2021
Teknologi batu bara bersih memang tidak sepenuhnya menghilangkan emisi menjadi nol atau mendekati nol, tetapi lebih bermakna bahwa emisi yang dihasilkan lebih sedikit.
Meskipun begitu teknologi batu bara bersih ini dapat mengurangi emisi dari beberapa polutan dan limbah serta peningkatan energi yang dihasilkan dari tiap ton batu bara.
Dengan demikian teknologi untuk PLTU ini relatif lebih efisien dan ramah lingkungan dibandingkan penggunaan pembangkit listrik dengan sumber energi lainnya.
Kendala teknologi ini hanya tinggal bergantung pada persoalan biaya. Agar bisa menghasilkan 1.000 metrik ton turunan gasifikasi batu bara dibutuhkan investasi hingga Rp 13 triliun.
Jika rencana pemerintah untuk menggunakan teknologi ini sebagai salah satu teknologi utama, yang akan digunakan sebagai sumber listrik Indonesia benar-benar terealisasi, maka permintaan batu bara otomatis akan meningkat tajam.