Krisis energi yang terjadi di Eropa memantik penguatan harga batubara. Pada perdagangan Selasa (12/7/2022) harga kontrak berjangka ICE Newcastle ditutup naik 2,72% ke US$ 438,4/ton.
Melesatnya harga batubara akibat tensi geopolitik di Eropa yang tak kunjung usai, ditambah naiknya permintaan batubara Indonesia oleh Eropa membuat pemerintah memikirkan kebijakan baru.
Pemerintah akhirnya menargetkan produksi batubara domestik tahun ini mencapai 663 juta ton. Hingga Juni 2022, produksi batubara sudah mencapai 270 juta ton atau 41% dari target.
Tentu, kenaikan tajam harga batubara memang menjadi katalis positif untuk harga saham batubara di sepanjang tahun ini.
Harga saham emiten tambang batubara terbesar di Indonesia yaitu PT Indika Energy Tbk (INDY) melalui anak usahanya yakni PT Kideco Jaya Agung (Kideco), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) melesat lebih dari 30% tahun ini.
Hingga kuartal I-2022, total produksi batubara keempat emiten tersebut mencapai 30 juta ton.
Baca Juga : Hilirisasi Batubara Bisa Jadi Solusi Tekan Konsumsi LPG
Produksi PTBA mengalami kenaikan secara tahunan sebesar 40%. Hanya saja jika dibandingkan dengan target produksi yang dipatok pada 2022, tingkat produksi INDY (Kideco) dan ITMG cenderung lebih in-line dengan target.
Selain target produksi yang lebih in-line, secara valuasi INDY (Kideco) dan ITMG ditransaksikan dengan Price to Earning Ratio (PER) lebih rendah dari ADRO dan PTBA.
Untuk diketahui saham INDY (Kideco) dan ITMG ditransaksikan dengan PER di bawah 4x, sedangkan ADRO di 4,1x dan PTBA 5,1x. Hal ini membuat INDY dan ITMG menjadi saham yang menarik untuk sektor batubara. Simak rinciannya di bawah: