ilmutambang.com – Pemanasan global yang semakin parah mendorong pemerintah Indonesia mengambil tindakan untuk mengurangi dampaknya. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk menanggulanginya yaitu dengan ikut berkomitmen menurunkan emisi CO2 (Gas Rumah Kaca-GRK) sebesar 29 persen di tahun 2030 membawa Clean Coal Technology (CCT).
Melalui dokumen Intended Nationally Determined Contributions (INDCs), Indonesia mencantumkan kegiatan pembangunan PLTU Batubara dengan menggunakan teknologi efisiensi tinggi seperti Clean Coal Technology (CCT) untuk menekan emisi GRK di tahun 2030.
Clean Coal Technology (CCT) atau Teknologi Batubara Bersih Teknologi diklasifikasikan berdasarkan tingkat proses produksi energi pada saat penerapannya, yaitu precombustion, combustion, dan post-combustion, serta coal conversion.
Dalam teknologi pre combustion sulfur dan semua kotoran bahan pencemar dibuang sebelum batubara dibakar. Pada teknologi combustion, diterapkan teknik-teknik untuk mencegah terjadinya emisi polutan dalam boiler saat proses pembakaran.
Sementara itu, pada teknologi post-combustion gas buang yang keluar dari boiler diolah untuk mengurangi kandungan polutannya. Sedangkan coal conversion, yaitu pengubahan batubara ke dalam bentuk gas atau cair.
Saat ini Indonesia sudah mengembangkan teknologi CCT tersebut dengan melakukan pengujian pada 100 ribu ton batubara yang dapat diubah menjadi 3.600 million metric british thermal unit (mmbtu) per hari.
Selain itu, program CCT ini diaplikasikan pada program listrik 35.000 MW bersama Independent Power Producer (IPP), yang didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau 56,97 persen dari total pembangkit listrik yang dibangun.
Apabila teknologi CCT ini diterapkan pada seluruh industri batubara Indonesia, maka tidak hanya berkontribusi kepada pengurangan dampak perubahan iklim namun ikut mendongkrak permintaan batubara. Hal tersebut juga secara tidak langsung akan membuat harga batubara ikut meningkat.