Sawahlunto adalah situs tambang tertua di Asia Tenggara, situs yang terletak di pegunungan Bukit Barisan, kota Sawahlunto ini terdapat lubang bekas tambang batu bara yang menyimpang sejarah kelam tentang orang rantai salah satunya adalah Mbah Suro yang menjadi mandor para orang rantai tersebut.
Orang rantai adalah sebutan bagi para pekerja tambang di Sawahlunto yang berasal dari berbagai daerah di Hindia Belanda termasuk Batavia.
Dengan keadaan tubuh dirantai, mereka bekerja secara paksa sebagai kuli tambang hingga 1898.
Para orang rantai yang bekerja di tambang Sawahlunto tersebut dimandori oleh Mbah Suro. Ia dikenal memiliki ilmu kebatinan dan disegani oleh warga sekitar.Â
Diceritakan jumlah orang rantai yang bekerja di tambang Sawahlunto berjumlah hingga ratusan orang.
Mereka diperlakukan secara tidak manusiawi dan bekerja dari siang hingga malam tanpa diberikan makanan yang layak.Â
Tambang Sawahlunto yang mulai memproduksi batubara pada tahun 1982 ini seiring berjalannya waktu menjadi kawasan pemukiman bagi pekerja tambang dan terus menjadi kota kecil.Â
Baca Juga: Sustainability Report sebagai Laporan Usaha Tambang
Setelah Indonesia merdeka, tambang Sawahlunto berada di bawah kepemimpinan administratif Indonesia.
Semula tambang Sawahlunto berada di bawah Direktorat Pertambangan, namun kemudian tanggung jawab pengelolanya dipegang oleh suatu badan usaha milik negara, Bukit Asam.Â
Kegiatan tambang di Sawahlunto telah bertransformasi menjadi kota tua yang menawarkan wisata sejarah dengan bangunan era kolonial. Â
Kini, Sawahlunto menjadi bagian dari sejarah pertambangan di daerah Sumatera Barat yang diakui sebagai warisan budaya dunia pada 6 Juli 2019 oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).