Konflik Rusia-Ukraina tidak hanya akan membawa kerugian, namun juga akan memberi berkah bagi Indonesia.
Akibat naiknya harga minyak dunia menembus US$ 130-an per barrel, Indonesia mengalami kerugian.
Namun harga ekspor batubara melambung hingga US$ 400-an per ton, membuat Indonesia mengalami keuntungan.
Indonesia sebagai negara pengimpor minyak hampir 500 ribu barel tentunya dirugikan karena meningkatnya harga minyak dunia itu.
Ditambah lagi, Indonesia masih menerapkan subsidi dan tetap tidak menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Namun di tengah kerugian itu, harga batubara juga ikut melambung tinggi, di mana perdagangan akhir pekan, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 407,05/troy ons. Naik 13,56% dibandingkan dari hari sebelumnya.
Indonesia sebagai eksportir batubara tentunya akan sangat diuntungkan. Karena penerimaan negara atas ekspor batubara dari royalti batubara akan bertambah besar.
Saat ini, Indonesia menghasilkan batubara sebanyak 663 juta ton, 497,2 juta ton dijual secara ekspor, dan sisanya 165,7 juta ton untuk dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).
Namun saat ini, produsen batubara tengah berusaha untuk memaksimalkan produksi, di tengah hujan deras akibat fenomena La Nina yang, telah mempengaruhi produksi kami selama tiga bulan terakhir.
Baca Juga: Perang Rusia-Ukraina, Harga Batubara Meroket ke US$446/ton
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melalui anak usahanya yakni PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia menargetkan peningkatan produksi saat pada 2022 ini mencapai 85 juta ton-90 juta ton.
Sementara Adaro menargetkan produksi batubara sebesar 58 juta ton-60 juta ton, dan akan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasi sesuai rencana.