ilmutambang.com – Cuaca panas ekstrem di Asia Pasifik memicu kenaikan harga batubara, walaupun tidak setinggi tahun lalu. Sentimen kenaikan ini akibat meningkatnya permintaan batubara untuk pembangkit listrik.
Tiongkok diperkirakan akan tetap menimbun batubara untuk pendingin udara akibat cuaca panas. Di Shenzhen (Distrik Futian, Guangdong), pada Juli ini suhu mencapai puncaknya pada 37 derajat Celcius. Sementara tahun lalu suhu maksimum hanya 35 derajat Celcius pada periode yang sama.
Paahal, pada Juni permintaan batubara Tiongkok melemah karena melimpahnya pasokan domestik dan melemahnya ekonomi Tiongkok.
Sementara itu, India berhasil meningkatkan volume produksi dan persediaan batubara bahkan selama musim hujan yang sedang berlangsung, berkat pembangunan infrastruktur yang lebih baik.
Persediaan batubara termal India untuk pembangkit listrik naik 28 persen YoY, mencapai 33,5 juta ton per 16 Juli 2023. Diikuti meningkatnya volume produksi sebesar 9 persen YoY, dengan total 258,6 juta ton selama periode 1 April hingga 16 Juli 2023.
Sedangkan EVN, perusahaan listrik Vietnam, memperkirakan permintaan listrik akan lebih tinggi karena gelombang panas yang ekstrem dalam beberapa minggu mendatang. Suhu diperkirakan akan mencapai sekitar 37 hingga 39 derajat Celcius.
Hal tersebut telah mendorong naiknya permintaan batubara, karena sekitar 45 persen dari bauran listrik Vietnam disumbang oleh pembangkit listrik berbahan bakar batubaraÂ
Kawan tambang, peralihan konsumsi energi fosil ke energi bersih memang masih terus dikerjakan secara keras. Namun kenyataan bahwa pembangkit listrik untuk mendinginkan atau memanaskan pada musim-musim tertentu masih menjadi penopang utama kehidupan manusia.