Pemerintahan Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditaksir akan mendapat keuntungan besar dari ekspor barang tambang nikel yang sudah dilakukan hilirisasi.
Melihat catatan Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai ekspor dari hasil hilirisasi nikel yang akan didapat Indonesia diprediksi mencapai US$ 27 miliar – US$ 30 miliar atau Rp 418 triliun – Rp 465 triliun.
Dalam event B-20 Indonesia Net Zero Summit 2022: Decarbonization at All Cost, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebutkan, Indonesia saat ini sedang fokus membangun hilirisasi nikel.
Keseriusan hilirisasi ini dibuktikan dengan sejak 2019 perusahaan nikel yang hendak melakukan ekspor wajib melakukan hilirisasi nikel di dalam negeri terlebih dahulu.
Hilirisasi di Indonesia bisa terhitung sukses, lantaran sebelum ekspor nikel melalui hilirisasi berjalan, di tahun 2017 – 2018, nilai ekspor bijih nikel hanya mencapai US$ 3 miliar atau Rp 46,5 triliun.
Nah, saat hilirisasi berjalan nilai ekspor dari nikel di tahun 2021 nilainya sudah mencapai US$ 20,9 miliar atau sekitar Rp 323 triliun.
Kebijakan Pemerintah terkait hilirisasi akan melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri. Hal ini bertujuan pelarangan ekspor raw material atau mineral mentah sebagai upaya Indonesia menciptakan dekarbonisasi atas industri yang ramah lingkungan.
Apabila hilirisasi nikel berhasil, Kementerian BKPM akan menyiapkan rencana untuk mengembangkan hilirisasi barang tambang lainya, seperti batubara, timah, bauksit sampai tembaga. Ke depan, ekspor mentah komoditas tersebut akan dilarang.
Kebijakan terdekat yang akan dilaksanakan, yaitu sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), ekspor bauksit akan dilarang pada Juni 2023.