Hilirisasi Tambang Dorong Surplus Neraca Perdagangan

Hilirisasi Tambang Mendorong Surplus Neraca Perdagangan
Hilirisasi Tambang Mendorong Surplus Neraca Perdagangan

Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal menjelaskan, harga komoditas cukup berperan dalam mendorong surplus neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2021 lalu, yakni tren dari hilirisasi nikel dan beberapa produk tambang perannya cukup terlihat dalam surplus neraca perdagangan. 

“Paling signifikan itu nikel, soalnya ekspor besi nirkaratnya meningkat. Itu turunan keempat dari nikel. Kita sudah menjadi pengekspor stainless terbesar kedua setelah China,” ungkap Faisal pada Selasa (16/2/2021).

Awalnya, Indonesia sempat didorong oleh negara-negara Eropa akibat melakukan moratorium nikel sepanjang 2020. Pasalnya, kebijakan tersebut membuat mereka tidak mendapatkan nickel ore secara murah.

“Tapi tuduhan ini masih lemah, dan strategi hilirisasi kita semakin kelihatan,” tambah Faisal. 

Baca Artikel  Induk Usaha Kideco Tingkatkan Produksi Batubara di 2021

Data yang diterbitkan Next Policy (lembaga think tank independen yang berfokus pada riset dan kajian kebijakan publik di tingkat nasional) mengungkapkan, ekspor Indonesia terhadap beberapa negara secara umum seperti China, Jepang, Amerika Serikat (AS) meningkat. Terlebih lagi untuk ekspor tekstil, elektronik, dan agrikultur.

Faktor terbesarnya karena China tumbuh dan tidak mengalami resesi. Tapi kondisi industri mereka pun belum optimal 100 persen. Jadi China butuh bahan baku dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia seperti besi baja dan batu bara.

Baca Juga: Pelajari 6 Jenis Minyak Bumi Beserta Kegunaannya!

“Amerika Serikat juga, mereka memikirkan untuk memindahkan basis produksinya dari China ke tempat lain seperti ASEAN. Ini merupakan pelebaran portofolio,” lanjut Faisal. 

Baca Artikel  4 Jenis Longsoran yang Sering Dijumpai di Pertambangan

Dari pandemi lalu, Amerika Serikat belajar bahwa jangan terlalu memfokuskan produksi yang terlalu terpusat karena bisa rentan terkena shock, selain itu dapat juga dipicu oleh faktor lain, salah satunya seperti perang dagang AS-China beberapa tahun belakang. 

“Maka dari itu AS melakukan pelebaran portofolio, dan mereka mencari alternatif karena pasca-pandemi mereka tidak lagi mengejar efisiensi, tapi resiliensi,” tutup Faisal.