Indonesia bisa cuan lebih jika stop ekspor bauksit – Pemerintah Indonesia semakin serius untuk menghentikan ekspor komoditas tambang mentah, mulai dari bauksit, tembaga hingga timah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar tahun depan Indonesia bisa menghentikan ekspor bauksit.Â
Bila ekspor bauksit ini dihentikan, dan kemudian Indonesia hanya mengekspor produk setengah jadi berupa alumina atau bahkan produk jadi seperti aluminium.
Maka nilai tambah bagi Indonesia akan semakin besar dan nilai ekspor akan meroket menjadi sekitar US$ 20 miliar – US$ 23 miliar atau sekitar Rp 284 triliun hingga Rp 327 triliun (asumsi kurs Rp 14.200 per US$).
Melalui proses mengolah bauksit menjadi produk setengah jadi atau barang jadi, maka nilai ekspor tak akan berbeda jauh dari ekspor produk logam nikel.Â
Selain itu, pemerintah juga telah melarang ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020 lalu, sehingga ekspor nikel saat ini hanya lah produk yang telah melalui proses pengolahan dan pemurnian, seperti Nickel Pig Iron (NPI), feronikel, nickel matte, serta stainless steel.
Pemerintah akan terus lanjutkan transformasi ekonomi dan reformasi structural, karena ini merupakan basic setelah memiliki infrastruktur.
Tidak boleh lagi ada ekspor bahan-bahan mentah, raw material, mulai dari nikel, bauksit, tembaga dan timah.
Baca Juga: Kebutuhan Batubara Domestik Diproyeksi Meningkat Pada 2022
Bahan-bahan mentah dalam bentuk setengah jadi atau barang jadi harus memiliki nilai tambah. Pada saat ekspor nikel, 3-4 tahun lalu ada di angka US$ 1,1 miliar.
Tahun ini perkiraan sudah meloncat jadi US$ 20 miliar, ini karena ekspor nikel dihentikan, dari Rp 15 triliun melompat jadi Rp228 triliun.
Ini akan memperbaiki neraca pembayaran, neraca transaksi pembayaran membaik.
Pada 2018 neraca perdagangan masih defisit US$ 18,41 miliar, tapi tahun ini hingga Oktober 2021 defisit menurun menjadi US$ 1,5 miliar, khusus ke China.