Pembangunan Provinsi Kalimantan Timur masih sangat mengandalkan pertambangan batubara sebagai daya ungkit perekonomian.
Ekspor batubara merupakan penyumbang devisa terbesar hingga kuartal II/2022. Sepanjang periode tersebut, volume ekspor nonmigas terkontraksi 5,61 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Capaian ini lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya, yang terkontraksi hingga 26,57 persen (yoy). Perbaikan tersebut utamanya bersumber dari kinerja ekspor batubara yang lebih baik seiring dengan telah berlalunya pelarangan ekspor pada kuartal sebelumnya.
Kinerja ekspor Kaltim tercatat mengalami pertumbuhan hampir dua kali lipat dari kuartal sebelumnya, yaitu 0,84 persen menjadi sebesar 1,66 persen (yoy) pada kuartal II/2022.
Meningkatnya volume ekspor batubara ke sejumlah negara tujuan dan diiringi oleh harga yang berada di level tinggi menjadi sumber utama akselerasi ekspor Kaltim.
Secara umum, total kenaikan volume ekspor batubara didorong oleh kenaikan pengiriman ke India, Taiwan dan ASEAN, dimana masing-masing tercatat tumbuh sebesar 60,75 persen (yoy), 14,33 persen (yoy) dan -9,97 persen (yoy).
Keadaan ini sejalan dengan meningkatnya harga batubara Internasional sebesar US$288,96/mt atau tumbuh 174,94% (yoy) pada kuartal II/2022.
Level harga batubara tersebut juga merupakan yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Seiring dengan kebutuhan batubara dunia yang tinggi di tengah adanya disrupsi pasokan energi dunia akibat ketidakstabilan geopolitik.
Pada September 2022 ekspor hasil Tambang tercatat senilai US$2.657,78 juta. Periode Januari–September 2022, komoditas hasil tambang tetap menjadi andalan ekspor Kaltim dengan peranan sebesar 76,13 persen.
Sedangkan terkait dengan investasi, sektor pertambangan menyumbang investasi terbesar di kuartal II/2022, yaitu senilai Rp3,76 triliun untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sektor ini berkontribusi terhadap realisasi investasi seluruh sektor usaha, yaitu sebesar 42,61 persen.
Selanjutnya, Penanaman Modal Asing (PMA) untuk sub sektor pertambangan sebesar US$97,27 juta atau Rp1,39 triliun (42,76 persen) dari keseluruhan realisasi PMA. Di samping itu, investasi dalam negeri pada sub sektor pertambangan mendorong penyerapan tenaga kerja terbanyak, yaitu 1.908 orang atau 36,90 persen dari total jumlah tenaga kerja Indonesia.
Namun ketergantungan Kaltim terhadap sumber daya alam (SDA) merupakan pola pertumbuhan ekonomi lama, dan dapat berbahaya bagi Kaltim, bagi generasi ke depan.
Diharapkan para pejabat publik di daerah maupun pemerintah pusat untuk menyediakan solusi terkait pengurangan hingga menghentikan pemanfaatan terus menerus sumber daya alam.
Terlebih lagi, dampak buruk terkait alam yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan hingga konsesinya yang dimiliki oleh orang-orang dari luar Kaltim.
Itulah peran dan tantangan industri batubara bagi pembangunan Provinsi Kalimantan Timur hingga saat ini.