Industri Pertambangan memang memberikan keuntungan secara ekonomis dengan menyediakan kebutuhan energi dan bahan baku, serta membuka lapangan pekerjaan.Â
Sulawesi Tenggara merupakan daerah yang memiliki kekayaan alam berupa bahan galian yang melimpah, sehingga Sulawesi Tenggara menjadi lahan subur bagi industri pertambangan.Â
Salah satu potensi bahan tambang di Sulawesi Tenggara adalah cadangan emas yang cukup besar.
Pada akhir 2021 tercatat ada 189 perusahaan pertambangan nikel, aspal, emas, kromit dan lainnya, serta 11 perusahaan tambang emas di Sulawesi Tenggara.
Kegiatan penambangan secara tidak langsung juga berdampak pada pencemaran lingkungan, yakni salah satunya seperti residu (tailing) yang dihasilkan dari proses produks. Limbah itu mengandung unsur-unsur berbahaya seperti tembaga, timah, seng, nikel, besi dan merkuri, yang terbawa air dan menuju badan air.
      
Pencemaran air tersebut mengganggu ekosistem air dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, diperlukan metode pengolahan tailing agar air yang dilepaskan ke lingkungan dipastikan aman.Â
Salah satu metode baru untuk mengatasi limbah pertambangan adalah dengan pembuatan lahan basah buatan. Lahan ini merupakan ekosistem yang didesain untuk memurnikan air tercemar dengan mengoptimalkan proses fisika dan biokimia, yang melibatkan tanaman, mikroba, dan tanah yang tergenang air.Â
Metode ini menggunakan tanaman mikroba dan bahan organik yang dapat menyerap kandungan unsur logam dalam air.Â
Penggunaan bahan dalam metode ini lebih ramah lingkungan dan dapat menekan biaya pengolahan air limbah tambang jika dibandingkan dengan pengolahan menggunakan bahan kimia.
Itulah penjelasan singkat penggunaan metode lahan basah buatan yang terbukti efektif menyerap unsur logam yang terdapat dalam air limbah buangan industri tambang emas.