Pengolahan limbah tambang emas menjadi bahan bangunan merupakan upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan.
Mengelola hasil pertambangan merupakan isu penting. Urgensi tersebut menimbulkan beberapa inovasi seperti limbah tambang emas sebagai pencampur beton.
Secara umum limbah dari pertambangan memiliki tiga jenis yaitu, zat car, gas dan padatan. Hal serupa juga berlaku pada pertambangan emas.
Pengolahan limbah bertujuan untuk mengurangi zat-zat berbahaya dan mengolah material yang masih bisa dimanfaatkan.
Dengan mengolah limbah menjadi bahan bangunan ini, dapat mengurangi dampak dan memberikan manfaat yang sangat besar.
Limbah tambang emas yang dimanfaatkan bernama Tailing. Mempunyai kandungan melebihi batas minimal untuk pencampur beton. Tailing juga sudah terbebas dari logam berat atau sianida hasil pencampuran dengan semen
Stabilisasi/Solidifikasi (S/S) merupakan proses yang menjadikan Tailing sebagai limbah tambang emas untuk bahan bangunan ramah lingkungan.
Pada prosesnya diberikan efek untuk mengurangi mobilitas logam berat di dalam suatu material. Interaksi antara Tailing dan zat pozzolan (seperti semen) mendukung proses ini terjadi.Â
Campuran dari keduanya membentuk padatan keras monolit akibat sifat kimia Tailing serta fisik semennya.Â
Baca Juga :Â Limbah Batubara Ciptakan Lapangan Kerja! Gimana Caranya?
Hingga pada akhirnya menciptakan bahan bangunan ramah lingkungan atau bisa disebut juga Green Fine Aggregate (GFA). Ketahanan semennya mampu menahan 40 Mpa dengan 50% campurannya.
Manfaat lainnya adalah pembuatan paving block, genteng, batako, panel/tiang dan bahan bangunan lainnya. Hal ini digunakan sebagai alternatif material melimpah untuk bangunan berkualitas.
Dorongan untuk memanfaatkan limbah pertambangan harus dioptimalkan. Upaya ini dapat ditempuh dengan berbagai cara seperti program CSR atau menjualnya secara bebas.