Selasa (8/9/22) kemarin, harga batubara meroket di pasar ICE Newcastle ditutup di level US$ 435/ton.
Naik 6,87% dari hari sebelumnya dan selama dua hari beruntun harga melonjak 21,35%. Ini merupakan catatan tertinggi sejak 2008.
Kabar dari Indonesia sepertinya menjadi pengerek harga batubara. Keadaan seperti ini menjadi pemicu naiknya harga batubara dari Indonesia.
Meskipun sulit terpenuhi, produsen menargetkan produksi sebanyak 663 juta ton tahun ini, naik hampir 8% dari tahun lalu.
Pemerintah Indonesia sejak awal 2022 telah melakukan pemantauan ketat pelaksanaan kewajiban pemenuhan batubara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
Akibat pembangkit listrik nasional sempat mengalami krisis pasokan batubara sebelumnya.
Indonesia memproduksi batubara pada Januari dan Februari 2022 diperkirakan sebanyak 74,41 juta ton. Sementara di periode yang sama pada 2021 sebesar 92,79 juta ton.
Sedangkan pada 2019, ekspor batubara Indonesia mencapai 455 juta ton. Masih berada jauh di atas Australia di peringkat kedua, dengan jumlah 393 juta ton.
Disarankan agar investor tetap memperhatikan harga acuan batubara di ICE Newcastle Futures, karena selama harga Newcastle Coal masih mengalami penguatan maka emiten-emiten batubara juga masih akan berpotensi meningkat.
Memang emiten batubara menggunakan skema kontrak dengan kliennya.
Namun emiten-emiten batubara masih dapat menikmati kenaikan harga batubara yang terjadi saat ini.
Baca Juga: Tambang Bawah Tanah, Demi Efisiensi dan Keamanan Pertambangan
Keadaan ini disebabkan oleh dinamika pasar yang selalu menyesuaikan dengan supply dan demand.
Indonesia adalah eksportir terbesar batubara termal. Posisi Indonesia sangat strategis di pasar batubara dunia.
Jadi apabila pasokan batubara dari Indonesia sampai terganggu, maka pasar batubara global akan sangat menderita. Tidak heran jika harga batubara saat ini melesat naik.