ilmutambang.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, konsistensi hilirisasi merupakan kunci bagi Indonesia untuk melompat dari negara berkembang menjadi negara maju.Â
Pemerintah Indonesia di bawah Jokowi juga menyatakan, saat ini kita harus fokus melakukan hilirisasi dan tidak takut untuk melakukan kebijakan hilirisasi tersebut, meskipun ada gugatan dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Dia juga menyebut, jajaran pemerintah tidak boleh berpuas diri dengan keberhasilan hilirisasi nikel, namun harus tetap melanjutkan hilirisasi pertambangan ke komoditas lainnya, seperti bauksit dan juga tembaga.
Nilai tambah yang dihasilkan oleh hilirisasi itu sangat besar. Proyeksi dampak hilirisasi minerba dan gas itu akan menambah Produk Domestik Bruto (PDB) dan membuka lapangan kerja hingga 8,8 juta.
Pemerintah mengajak para pelaku perbankan untuk ikut serta mengawasi dan mendorong kebijakan hilirisasi di Tanah Air. Salah satunya yaitu dengan mempermudah pengajuan kredit bagi badan usaha maupun perorangan yang akan membuat smelter.
Namun ada empat masalah utama bagi pengusaha yang hendak membangun ekosistem hilirisasi hasil tambang di Indonesia, antara lain:
- Masalah finansial
- Masalah pasokan energi
- Masalah lahan
- Masalah perizinan
Keempat masalah tersebut harus menjadi perhatian utama bagi pemerintah untuk segera diatasi dalam rangka menumbuhkan ekosistem hilirisasi di Indonesia. Maka pemerintah saat ini perlu memberi insentif, baik fiskal maupun non fiskal.
Insentif non fiskal diberikan kepada pengusaha yang ingin membangun ekosistem hilirisasi di Indonesia, salah satunya seperti perpanjangan waktu Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Melalui konsistensi hilirisasi, diharapkan pada 2045 mendatang Indonesia akan menjadi negara maju dengan Gross Domestic Product (GDP) dapat mencapai angka 9 hingga 11 triliun USD. Selain itu, pendapatan per kapita Indonesia dapat mencapai 21.000 USD hingga 29.000 USD.