Setelah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor nikel pada awal Januari 2020, Presiden Jokowi kembali menegaskan Indonesia akan menghentikan ekspor bahan mentah bauksit. Hal ini dilakukan agar Indonesia dapat memproduksi barang jadi aluminium.
Indonesia tercatat sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, yaitu sekitar 4 persen atau 1,2 miliar ton dari total cadangan global yakni 30,3 miliar ton.
Pada 2020 cadangan bauksit Indonesia mencapai 2,96 miliar ton. Umur cadangan bauksit diperkirakan mencapai 92 tahun.
Kebijakan penghentian bahan mentah bauksit ini diharapkan Indonesia menjadi produsen utama produk barang yang berbasis bauksit, seperti aluminium, besi dan baja, keramik, kemasan makanan, pita kaset rekaman, tinta print dan fotokopi.
Seluruh jajaran pemerintah dari pusat dan di daerah harus terus memberikan dukungan penuh terhadap proyek ini agar segera terealisasi dan bermanfaat dan negara akan mendapatkan pendapatan tambahan dari investasi ini. Kebijakan ini menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk membangun ekonomi hijau ke depan.
Baca Juga: Kapal Tongkang Batubara, Daya Tarik Utama Pantai Tanjung
Pada 2019, produksi bijih bauksit Indonesia sebesar 19 juta ton, 16,1 juta ton diekspor, sedangkan untuk kebutuhan dalam negeri mencapai 2,9 juta ton.
Kemudian 2,9 juta ton bauksit diolah hingga menjadi 1,1 juta ton alumina dan diekspor ke pasar global 1,08 juta ton, serta untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 46.000 ton.
Indonesia kemudian harus mengimpor kembali alumina sekitar 458.000 ton untuk memproduksi 250.000 ton aluminium. Dikarenakan kebutuhan aluminium dalam negeri tembus 1 juta ton, maka industri harus kembali mengimpor aluminium sekitar 748.000 ton.