Pengesahan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) nampaknya menjadi lembaran baru bagi kiprah industri pertambangan di Indonesia.
UU Minerba ini menjadi magnet yang menarik minat pemegang kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) agar kembali berinvestasi, khususnya di kegiatan eksplorasi yang telah lama mati suri.
Pada UU Minerba ini, terdapat perubahan pada kewenangan pengelolaan pertambangan yang ditarik ke pemerintah pusat. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan produksi dan penjualan, terutama logam dan batubara sebagai komoditas strategis untuk ketahanan energi dan suplai hilirisasi logam.
Revisi UU Minerba ini juga akan menjamin adanya kelanjutan Operasi Kontrak Karya (KK)/PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan operasi dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
Tak hanya bagi KK dan PKP2B, UU Minerba ini juga akan menjadi angin segar bagi pemegang IUP dan IUPK untuk mendapatkan jaminan kelanjutan operasi.
Dalam revisi ini, ada juga relaksasi ekspor produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu dengan jangka waktu paling lama 3 tahun sejak revisi UU ini berlaku.
Dalam UU Minerba, Pemerintah dan Komisi VII DPR RI telah menyepakati pengaturan terkait kebijakan divestasi saham yang tidak akan menghambat investasi pertambangan di Indonesia.
UU Minerba ini juga mengatur luasan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) maksimal 100 hektar dan cadangan mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 meter.
Baca Juga : Berapa sih Cadangan Batubara yang Dimiliki Indonesia?
Pengesahan Revisi UU Minerba ini diharapkan akan meningkatkan investasi pada sektor pertambangan Indonesia dan mendorong kegiatan eksplorasi untuk penemuan deposit minerba.