Pemerintah Indonesia saat ini telah menerbitkan izin proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terhitung mulai tahun 2025, dan aturan tersebut tentunya berdampak langsung pada nasib batubara ke depannya.
Diprediksi, beberapa tahun mendatang akan menjadi awal dari masa-masa sulit industri batu bara di Indonesia. Terlebih lagi, kini hampir negara-negara di dunia berkomitmen untuk mengimplementasikan Perjanjian Paris 2015 yang bertujuan untuk mengatasi perubahan iklim serta mengurangi emisi gas karbon.
Bahkan, sampai bank-bank di dunia memperketat untuk pemberian dana dalam membiayai proyek-proyek pertambangan dan juga industri dari pembangkit listrik berbahan fosil, utamanya batubara.
Beberapa perusahaan yang berfokus untuk Engineering Procurement & Construction (EPC) bahkan sudah tidak mau lagi mengerjakan proyek pembangunan PLTU.
Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) pun mengatakan, sangat penting untuk mempersiapkan perencanaan yang baik apabila hal tersebut terjadi agar sektor industri batu bara tidak mengalami over-investment nantinya. Perencanaan tersebut tentunya membutuhkan waktu dan tidak bisa dilakukan mendadak.
Menurut IMEF, terkait masalah ini pemerintah harus benar-benar membicarakannya secara serius. Permasalahannya, pangsa pasar ekspor batu bara sebesar 54% itu masih didominasi India dan China.
Indonesia seharusnya bisa belajar dari Cina terkait isu ini. Pemerintah China diberitakan telah menyiapkan strategi untuk lima tahun ke depan, yakni akan mulai memberikan batasan bahkan mengurangi jumlah penggunaan batu bara.
Baca Juga : Industri Batubara Turunan Ciptakan Lapangan Kerja
Pemerintah China berani mengambil kebijakan tersebut lantaran pertumbuhan ekonomi di sana sudah mencapai 18,3 persen di kuartal pertama 2021, dan diyakini masih sangat memungkinkan untuk bisa mendongkrak kebutuhan batubara nasional mereka dengan target jangka waktu lima tahun.