Jadi, penggerak utama harga nikel setidaknya untuk dua sampai tiga tahun ke depan masih bergantung pada industri baja anti karat, tidak terkecuali perkembangan electric vehicle (EV) menjadi pendorong utama kenaikan harga nikel.
Hal ini karena kebutuhan terhadap baterai listrik diperkirakan bakal meningkat pesat.
Diproyeksikan harga nikel akan berkisar pada rentang US$ 16.000-18.000 per ton di tahun 2021.
Dampak Naiknya Harga Nikel di Indonesia
Kenaikan harga nikel ini akan berdampak signifikan bagi produsen nikel besar di tanah air seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Sebagai gambaran, per kuartal ketiga 2020, ANTM membukukan laba bersih senilai Rp 835,78 miliar atau naik 30,28% secara tahunan.
Secara kuartalan, laba bersih ANTM naik hingga 105% dibanding kuartal sebelumnya.
Dari sisi penjualan, emiten pelat merah ini membukukan pendapatan senilai Rp 18,03 triliun atau menurun 26% secara tahunan.
Hanya saja, secara per kuartal, penjualan Aneka Tambang melesat hingga 119% dari Rp 4,02 triliun di kuartal kedua 2020 menjadi Rp 8,81 triliun.
Sementara itu, kinerja INCO lebih mentereng lagi. Secara fantastis, laba bersih emiten konstituen Indeks Kompas 100 ini melesat hingga 47.800% secara tahunan menjadi US$ 76,64 juta, dari sebelumnya hanya US$ 160.000 pada periode yang sama tahun lalu.
Di saat yang bersamaan, pendapatan Vale Indonesia berhasil naik 12,7% secara tahunan, dari sebelumnya US$ 506,46 juta menjadi US$ 571,02 juta pada sembilan bulan 2020.