Hilirisasi Tambang – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada pelaku usaha nasional untuk mau terjun ke ekosistem industri hilir pertambangan. Apabila memang tidak mampu untuk melakukannya sendiri, Jokowi mempersilahkan mereka untuk menggandeng investor asing.
Jokowi menekankan semua pihak harus sadar bahwa Indonesia tidak bisa lagi mengekspor bahan mentah yang telah berlangsung puluhan tahun. Ke depannya, pemerintah akan membuat kebijakan penghentian ekspor bahan mentah tambang lainnya.
Hal tersebut perlu dilakukan, mengingat banyak kajian yang menyebut terdapat manfaat apabila melakukan hilirisasi di industri tambang.
Baca Lainnya: 3 Strategi Reklamasi Atasi Lahan Kritis di Pertambangan
Salah satunya seperti manfaat dari penguatan industri hilir nikel. Dengan dimulai diberlakukannya kebijakan penutupan keran ekspor nikel mentah, maka hal itu bisa ditindaklanjuti dengan pemaksimalan pada industri pengolahannya.
Jokowi menjelaskan bahwa ketika nikel masih dijual dalam bentuk mentah pada 2015 lalu, nilai ekspornya hanya sebesar $1,1 miliar saja. Namun pada tahun 2021 ketika pemerintah mewajibkan ekspor nikel dalam bentuk jadi atau setengah jadi, nilai ekspornya pun meningkat drastis menjadi $20,8 miliar.
Berkat kebijakan tersebut, defisit neraca perdagangan dengan Cina mampu ditekan. BPS mencatat pada tahun 2012, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sampai dengan $7,7 miliar. Kemudian di tahun 2021, jumlahnya menyusut drastis menjadi $2,4 miliar.
Melihat potensi hilirisasi tambang yang cukup besar, maka Jokowi mendorong para pengusaha, khususnya yang berkecimpung di industri tambang untuk menggaet investor berinvestasi di sektor tambang. Upaya itu juga berguna untuk tambahan modal terkait digitalisasi dan juga capital inflow negara.