Transisi energi terbarukan batubara — Agenda Climate Change Conference (COP) 26 di Glasgow, Skotlandia, beberapa waktu lalu menjadikan sektor batubara menghadapi tekanan.
Pasalnya, pemerintah dunia menginginkan agar penggunaan batubara untuk pembangkit listrik dikurangi. Energi fosil itu diharap dapat dialihkan dengan energi baru terbarukan (EBT).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta badan usaha pertambangan untuk beradaptasi menghadapi tren transisi energi untuk menekan emisi karbon.
Saat ini adaptasi diperlukan untuk menyelamatkan iklim dunia. Tren tersebut bukan halangan, tapi peluang baru bagi pertambangan batubara agar bisa saling kompetitif dengan menyesuaikan diri dengan keadaan.
Saat ini, rerata produksi batubara dalam negeri mencapai 566 juta ton dengan serapan untuk kebutuhan domestik sekitar 132 juta ton.
Kementerian mencatat, cadangan batubara di Indonesia mencapai 144 miliar ton, dan 39 miliar ton potensi lainnya pada 2020.
Dari cadangan itu, diperkirakan komoditas tersebut diperkirakan masih akan bertahan hingga 70 tahun ke depan.
Sepanjang 2021, pemerintah memasang target produksi 625 juta ton dengan kebutuhan domestik 137,5 juta ton.
Baca Juga : Hadapi Transisi Energi, Produsen Batubara Gencar Hilirisasi
Namun begitu, batubara masih menjadi bahan bakar pembangkit paling murah dibandingkan dengan energi lainnya, seperti minyak dan gas bumi maupun EBT.