Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat adanya kenaikan aktivitas tambang batubara ilegal yang marak dilakukan di 5 wilayah Indonesia. Kepala Kampanye JATAM, Melky Nahar mengatakan, maraknya tambang ilegal di 5 wilayah ini terjadi seiring dengan adanya tren kenaikan harga dan permintaan komoditas batubara.
Adapun kelima wilayah tersebut yaitu Samarinda dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur; Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan; Muara Enim, Sumatera Selatan; Sawahlunto dan Tahiti Coal, Sumatera Barat; dan Kabupaten Bungo, Jambi.
Di Wilayah Kutai Kartanegara saja, saat ini jumlah tambang ilegal telah mencapai 100 titik, meskipun semuanya belum tervalidasi.
Namun dari hasil pemeriksaan JATAM Kalimantan Timur di lapangan, telah teridentifikasi 50 titik tambang yang dipastikan ilegal.
Lebih lanjut Melky menjelaskan, lokasi tambang ilegal di wilayah Kutai Kartanegara tersebar di lima kecamatan yaitu Samboja, Sebulu, Loa Janan, Loa Kulu, dan Tenggarong Seberang. Diakui penambangan batubara secara ilegal memang semakin marak.Â
Hal ini dibuktikan dengan penambangan batubara ilegal yang sudah merambah ke wilayah pemakaman korban Covid-19 Serayu, di Taman Pemakaman Umum (TPU) Raudhatul Jannah Serayu, Tanah Merah, Samarinda.
Kehadiran tambang ilegal ini tentunya membawa sederet dampak negatif bagi negara maupun bagi industri pertambangan itu sendiri.
Tambang ilegal ini membuat negara tidak mendapat pemasukan, membahayakan pekerja karena tidak menjamin keselamatan pekerja dan masyarakat sekitar, menyebabkan destruksi lingkungan, dan mengancam keselamatan hewan sekitar.
Baca Juga :Â Apa Aja Sih Syarat Izin Usaha Tambang?
Maraknya aksi penambangan batubara ilegal ini tidak lepas dari keseriusan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk melakukan pengawasan dan penindakan hukum.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga diharapkan dapat berkoordinasi dengan aparat hukum setempat guna memberantas penambangan ilegal tersebut.